Tulisan ini dimuat di kolom “Komentar” Harian Umum Singgalang, 25 januari 2017, Halaman 1.
Setiap tahun di Indonesia pentingnya gizi diperingati pada tanggal 25 Januari. Peringatan ini ditujukan sebagai sarana mengkampanyekan dan mensosialisasikan tentang pentingnya pemenuhan gizi seimbang yang dikonsumsi masyarakat Indonesia dari bayi sampai dewasa dan lanjut usia. Hal ini menjadi momentum sangat penting mengingat kondisi faktual permasalahan gizi di Indonesia masih sangat banyak, terutama sejak masih bayi lahir, anak anak dan saat beranjak dewasa. Ternyata pemenuhan gizi sangatlah penting, dan ternyata cukup berawal dari rumah saja, dari meja makan keluarga.
Fakta dan Data Masalah Gizi Bayi
Menurut data yang dirilis Tahun 2015 oleh Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukan di Indonesia masih terdapat balita gizi buruk dan gizi kurang sebesar 19,6 %, dan cukup tinggi jika dibandingkan dengan target kementerian kesehatan sebesar 15 % pada Tahun 2014. Sedangkan di Sumatera Barat, Data Riskesdas 2013 menyebutkan terdapat sebanyak 21,2 % balita dengan gizi buruk dan gizi kurang dengan perkiraan jumlah mencapai 110.864 balita. Namun data ini memiliki selisih cukup besar jika dibandingkan dengan Laporan Jumlah Gizi Buruk dan Kurang yang terdapat dalam Komunikasi Data Gizi dan KIA Terintegrasi 2013, yakni di Sumatera Barat hanya 217 balita dengan Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Sehingga dari data yang disajikan Pusdatin ini diperkirakan di Sumatera Barat masih terdapat 110.647 balita dengan gizi buruk dan kurang yang belum terdekteksi. Masih berdasarkan data Pusdatin 2015, salah satu upaya untuk menjaring balita dengan gizi buruk dan gizi kurang adalah melalui penimbangan rutin di posyandu. Dari data yang dilaporkan, untuk Sumatera Barat diperkirakan Pada Tahun 2013 jumlah balita mencapai 522.904 balita, sedangkan jumlah balita yang ditimbang (melalui posyandu) sebesar 315.557 balitam sehingga terdapat selisih sebesar 207.385 balita. Selisih tersebut merupakan jumlah balita di Sumatera Barat yang tidak ditimbang dan kemungkinan menjadi balita yang tidak terdeteksi mengalami gizi buruk atau gizi kurang yang tidak terdeteksi/tersenmbunyi.
Permasalahan lain terkait gizi adalah Balita Pendek (childhood stunting). Banyak pihak yang belum memahami bahwa tubuh pendek pada masa anak anak merupakan akibat kekurangan gizi kronis dan kegagalan pertumbuhan dimasa lalu. Stunting sendiri telah digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak. Sehubungan dengan itu, data Riskesdas Tahun 2013 tampak memperlihatkan bahwa persentasa balita sangat pendek dan pendek di Indonesia masih sangat tinggi mencapai 37,3 %. Perlu dipahami bahwa terjadinya tubuh pendek merupakan siklus kumulatif yang terjadi sejak masa kehamilan, masa bayi, kanan kanak dan sepanjang siklus kehidupan terkait asupan gizi yang diperoleh.
Indikator lain terkait status gizi pada bayi adalah cakupan pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif 0-6 bulan. ASI ekslusif berarti bahwa bayi hanya diberikan ASI saja tanpa asupan dan tambahan cairan prelaktal lain ternmasuk air putih. Hal ini dimaksudkan karena pada awal kehidupan bayi masih sangat memerlukan ASI yang mengandung semua gizi yang diperlukan serta paling sesuai dengan kebutuhan bayi. Menurut data Pusdatin 2015 bahwa angka pemberian ASI Eksklusif di Indonesia pada Tahun 2013 sebesar 54,3 %. Sedangkan Sumatera Barat berada pada posisi 68,9 %, yaitu di peringkat 6 teratas dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Walau capaian ini terlihat baik, tetapi masih dibawah angka yang diharapkan. Kementerian Kesehatan Tahun 2013 mematok target sebesar 75 % untuk cakupan pemberian ASI Eksklusif 0-6 Bulan, dan masih sangat jauh dari target nasional untuk Tahun 2015 yaitu sebesar 80 %.
Lantas, bagaimana upaya yang dapat kita upayakan untuk dapat menggerakkan capaian angka-angka pada indikator diatas sesuai harapan, sehingga target akhir terpenuhinya gizi masyarakat sejak bayi di masa emasnya? Jawabannya adalah dengan dengan mengupayakan pemenuhan Standar Emas Makanan Bayi. Dan itu semua bisa dilakukan “dari rumah” saja dengan peran besar Orang Tua dan Keluarga untuk mensukseskannya. Tak perlu biaya mahal!
Pemenuhan Gizi Awal Anak dengan Standar Emas Makanan Bayi
Menurut dr. Utami Roesli, Sp.A, FABM, IBCLC, sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Tahun 2002, terdapat 4 (empat) tahapan/proses yang harus terpenuhi bagi seluruh bati yang disebut Standar Emas Makanan Bayi (Golden Standard of Infant Feeding). Ke empat proses itu mencakup, inisiasi menyusu dini (IMD), ASI Ekslusif 6 Bulan, Makanan Pendamping ASI (MPASI) berkualitas setelah 6 bulan, dan menyusui/ASI diteruskan sampai minimal 2 tahun.
Pertama, inisiasi menyusu dini . IMD adalah proses kontak kulit antara ibu dan bayi segera setelah bayi lahir minimal selama 60 menit. Proses ini dilakukan untuk dapat memulai segera proses menyusui sehingga bayi mendapatkan cairan emas bernama kolostrum. Kolostrum mengandung antibodi, sel darah putih, asam lemak tak jenuh, protein, vitamin K dan A serta laksatif/pencahar, yang keseluruhannya sangat dibutuhkan bayi untuk memenuhi gizinya dan melindungi dari berbagai penyakit. Disamping itu sebuah penelitian oleh Edmond K., et al (2006) menemukan bahwa kesempatan menyusu dalam 1 jam pertama setelah kelahiran dapat mencegah 22% kematian bayi baru lahir.
Kedua, ASI Eklusif selama 6 bulan. ASI merupakan sumber nutrisi dan kalori dan selama usuia 0-6 bulan memenuhi 100 % kebutuhan bayi. Kandungan dalam asi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air, garam dan gula sudah dalam takaran yang tepat. ASI Eksklusif juga merupakan perlindungan optimal bagi bayi dimana setiap tetes ASI mengandung ± 1 juta sel darah putih (leukosit) yang membasmi kuman dan melindungi dari berbagai penyakit infeksi.
Ketiga, MPASI berkualitas sejak berumur 6 bulan. Bayi memerlukan makanan pendamping untuk memeuhi nutrisi dan gizi setelah menginjak usia 180 hari. WHO merekomendasikan pemberian MPASI yang bersumber makanan keluarga/lokal. Apa yang dikonsumsi oleh keluarga dan masyarakat lokal, maka jenis makanan yang sama juga dikenalkan pada bayi. MPASI berkualitas disini dimaksudkan adalah memenuhi Pedoman Gizi Seimbang (PGS) yang direkomendasikan setelah dihapuskannya pedoman 4 sehat 5 sempurna. Dengan menyajikan menu MPASI yang memenuhi PGS maka seluruh kebutuhan gizi pada anak pasca 6 bulan akan terpenuhi. PGS dimaksud adalah menyajikan makanan yang memenuhi sumber gizi yaitu sumber kalori (karbohidrat), protein hewani, protein nabati, serta sayuran dan buah. Terhadap rekomendasi ini, mengkonsumsi makanan instan/pabrikan untuk bayi sangat tidak dianjurkan. Apalagi itu hanya akan menambah biaya, dan pastinya bukan buatan rumah yang bukan jenis sumber makanan alami lokal yang biasa di kaman keluarga. Semakin segar, semain dekat proses mendapatkannya dan diolah dengan tangan dan cinta ibu di rumah, akan sangat baik sebagai makanan pemdamping pertama yang luar biasa dan sesuai dengan kebutuhan bayi.
Keempat, meneruskan ASI/Menyusui sampai berusia minimal 2 (dua) tahun. Sesuai rekomendasi WHO ini maka anak diatas usia 1 (satu) tahun masih harus terus diberikan ASI., Dimana, ASI masih memenuhi kebutuhan 30 % , 43 % protein, 46 % kalsium, 75 % vitamin A, 76 % asam folat, 94 % vitamin B12 dan 60 % vitamin C. Kemudian, kandungan antibodi serta faktor-faktor imunitas dalam ASI meningkat pada tahun ke-2 sehingga anak yang disapih setelah usia 2 tahun akan lebih jarang sakit.
Maka, berdasarkan uraian diatas upaya untuk memenuhi standar emas makanan bayi adalah sebuah langkah konkrit yang dapat kita bersama lakukan dalam rangka menciptakan benteng awal pencegahan meningkatnya gizi buruk dan gizi kurang, serta mengatasi berbagai permasalahan gizi lainnya di Indonesia sejak awal kehidupan. Kesuksesan implementasi standar emas makanan bayi ini juga akan dapat meningkatkan kualitas generasi penerus kita. Karena bayi yang sehat dan terpenuhi gizi nya akan menjadi generasi masa depan yang cerdas dan sehat. Tidak perlu mahal mahal, hanya perlu informasi yang benar agar orang tua dapat memberikan semua ini sedari awal, dari rumah dan dengan dukungan penuh keluarga saja. Tidak perlu repot membeli bahan dan suplemen khusus ini itu bukan? Tunggu apalagi, mari sosialisasikan dan edukasi sekitar tentang standar emas makanan bayi untuk pemenuhan gizi terbaik anak, berawal dari rumah saja! Dari lingkungan keluarga!
Mari bersama kita penuhi hak anak anak Indonesia dengan kecukupan gizi dari sejak lahir melalui pemenuhan standar emas makanan bayi. Selamat Hari Gizi Nasional 2017!