Dukungan Sesama Ibu dan Teamwork Penuh Cinta

 Refleksi akhir tahun bersama AIMI

WhatsApp Image 2016-12-28 at 22.02.39.jpeg

(1) Lorong Kenangan
Sekira tiga tahun lalu, seorang teman yang jauh di Ibukota berkomentar tentang aktivitas saya yang sedemikian rupa mempromosikan menyusui dan ASI di jejaring sosial media saya. Sebagian besar rujukan saya waktu itu adalah berbagai informasi dari AIMI. Ya, sebuah organisasi berbasis pendukung ibu menyusui yang waktu itu saya kenal di jaringan twitter. Mau tahu komentar teman saya itu, hmmm kira-kira kira komentarnya adalah “ria maksudnya baik sekali… promosi ASI terus, eh tapi menurut aku ya AIMI itu lebay deh, sampai segitunya …..” tentu maksud teman saya ini baik. Mungkin dia merasa saya agak berlebihan harus “membahas” menyusui dan ASI padahal barangkali itu hal yang sangat alamiah bagi sebagian orang. Seingat saya, waktu itu saya tidak banyak menjawab komentar tersebut, karena saya juga hanya seorang ibu yang baru memasuki dunia menyusui, hanya punya pengetahuan sangat sangat terbatas dan tidak tahu kemana harus berdiskusi, kecuali memantau linimasa twitter @aimi_asi dan membaca email-email di milis asi for baby (saat itu milis masih Idola dan saya menginstall email khusus karena saking begitu banyaknya lalu lintas email di milis tersebut).

Seiring waktu berlalu, masa-masa menyusui anak saya saya lalui dengan berbagai kenangan, suka duka, bahkan kalau diingat-ingat rasanya saya memang harus menghadiahi perjuangan itu sendiri dengan penghargaan khusus hehe*well, ini mungkin disebut lebay juga haha. Dan sangat tidak bisa saya pungkiri kehadiran media sosial dengan segenap informasi yang sangat mudah diakses sangat membantu. Namun apakah semua informasi di belantara internet ini bisa serta merta kita percaya, tentu jawabannya tidak. Sehingga perlu “penyaring” agar tidak mudah termakan informasi tidak tepat.

Percayakah saya pertama kali tahu tentang Istilah Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dari internet, mendiskusikan dengan bidan yang akan menangani persalinnya saya dan berjanji akan memberi IMD, namun karena ternyata saya harus di Sectio Caesaria dan ditangani Dokter Spesialis Kebidanan yang baru pertama kali saya temui, saya mendiskusikan tentang ingin mendapatkan IMD namun si dokter tadi justru memberikan komentar “emang kamu tahu apa itu IMD? Aah bisa lah nanti…” dan ternyata, saya tidak mendapatkan IMD. Hiks. Salah satu pengalaman ini menjadi faktor pendorong saya lebih jauh belajar ilmu bayi dan menyusui. Saya merasa menyesal tidak mengkomunikasikan sebaik mungkin di jauh hari dan melakukan survey secara layak fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang akan mendukung keberhasilan menyusuui.

Semakin saya mengalami proses menyusui, saya makin penasaran. Kenapa payudara harus lecet dan saya harus memekik tiada tara saat harus menyusui. Kenapa bisa sampai bengkak dan saya menjadi demam. Kenapa hasil perahan saya semakin berkurang makin lama saya bekerja. Kenapa ada teman teman yang tidak bisa memproduksi ASI seperti saya. Kenapa, kenapa dan kenapa.. makin banyak sekali pertanyaan itu. Saya mendapat berbagai jawaban, merasa puas dengan keberhasilan saya bisa memberikan ASI. Namun masih sering denial dan pemakluman pada beberapa hal.. Misalnya adalah saat saya masih membenarkan diri bahwa bahkan pilihan saya yang salah waktu itu memberikan ASIP dengan dot adalah sebuah pemakluman karena merasa bayi saya tidak bingung puting.. Sampai akhirnya saya mendapatkan jawaban yang komprehensif dan suasana yang menyentuh hati ketika belajar secara langsung tentang menyusui dan teknik konseling menyusui selama 40 jam. Pilihan yang tidak mudah karena banyak yang bertanya, kenapa harus ikut pelatihan khusus ini padahal bukan tenaga kesehatan. Saya jadi tahu resiko penggnaan dot tidak sekedar bingung puting, namun banyak resiko lain yang sampai dewasa dapat menjadi dampak .

Lambat laun saya akhirnya sadar, kalau gelas tidak boleh selalu merasa penuh. Kalau harus tetap membuka diri atas kesalahan pun saat kita merasa sudah benar. Saya seperti menemukan diri kembali dan tujuan baru . Setelah itu, saya semakin yakin dan mantap merasakan pentingnya hadir kelompok pendukung ibu yang aktif untuk membantu ibu. dan Allah membukakan jalan saya bertemu dengan AIMI.

(2) Pentingnya Mother to Mother Support
Sebagai ibu yang punya kenangan yang “warna-warni” seputar menyusui, kemudian melangkah menjadi alumni sebuah pelatihan konseling menyusui, saya merasakan bahwa kehadiran bantuan dan informasi yang tepat serta dukungan adalah penting. Dan dari mana dukungan paling pertama dan paling efektif itu? Menurut saya adalah dari sesama IBU! Ya, IBU! karena menurut saya, Ibu akan lebih leluasa bercerita dan berbagi dengan sesama Ibu juga.

Tak daat dipungkiri, pada kenyataannya sebagian besar tenaga kesehatan belum komprehensif memahami ibu menyusui. Masih banyak yang cenderung memberikan nasihat medis dan obat semata dengan cukup tergesa gesa dan abai mendengar dengan baik apa keluhan ibu. Secara psikologis, ibu tidak hanya butuh informasi dan saran medis, namun kadang sangat sederhana ibu hanya perlu didengar, diberikan dukungan dan kepercayaan diri kalau ia bisa. Lebih dari sekedar nasehat, namun adalah dukungan untuk ibu agar memutuskan sendiri bahwa ia bisa menyusui.

Ijinkan saya mengutip pernyataan Mba Nia Umar, IBCLC (Wakil Ketua AIMI Pusat) bahwa menyusui merupakan sebuah keahlian yang perlu dipelajari. Bagaimana ibu menyusui bisa belajar, dari mana ia belajar, dan apakah sudah ada informasi tentang ini secara tersistem dan holistik di Negeri tercinta? Maaf bukan bermaksud membanggakan AIMI, saya mendapatkan banyak informasi awal justru dari Milis ASI For Baby AIMI waktu itu, kemudian berlanjut ke Kelas EdukASI AIMI (saat penjajakan). Sehingga saya makin menyakini, kehadiran kelompok pendukung berbasis ibu menyusui adalah keniscayaan karena kelompok seperti AIMI adalah organisasi yang dari ibu, oleh ibu dan untuk ibu. Tenaga Kesehatan, Institusi Kesehatan dan Pemerintah atau siapa saja wajib menyampaikan berbagai informasi, namun kehadiran kelompok sesama ibu sangat penting dan efektif membantu langsung ibu.

Pentingnya kelompok pendukung ibu menyusui seperti AIMI, sudah terbukti dalam berbagai hasil kajian ilmiah. Penelitian Sudfeld CR, et.al (2012), menunjukkan bahwa dukungan dari sesama ibu (peer support) meningkatkan durasi menyusui (ASI Eksklusif) di Negara-Negara dengan pendapatan masyarakat menengah dan rendah. Selanjutnya, menurut Saadeh RJ (1993) bahwa “kunci keberhasilan menyusui adalah adanya dukungan berkelanjutan setiap waktu (day-to-day support) bagi ibu menyusui di rumah dan komunitas.

Menurut Mba Mia Sutanto, SH, LLM (Ketua Umum AIMI) dalam buku Indonesia Menyusui (2010), dukungan sesama ibu menyusui memberikan dampak bagi keberhasilan menyusui karena akan membuat para ibu mengevaluasi diri mengenai pengalaman mereka secara lebih positif. Jadi, dukungan dari kelompok sesama ibu ini akan menjadi dukungan moral utama bagi ibu saat menghadapi tantangan-tantangan menyusui. Dukungan yang diberikan biasanya berupa berbagi informasi dan dukungan yang dapat meningkatkan kepercayaan diri ibu, bukan dalam bentuk saran medis.

(3) Kerjasama dan Saling Mengisi ; Cinta dan Saling Memahami
Lantas, bagaimana ibu-ibu di AIMI yang menjadi kelompok pendukung sesama ibu ini “bekerja”. Sebagai penutup tulisan ini, saya ingin merefleksikan pengalaman saya selama 18 bulan lebih bergabung secara resmi di AIMI.
AIMI bukan organisasi pertama yang saya ikuti, namun sampai saat ini ini organisasi kesukarelaan yang paling membekas dihati. Jika dimasalalu saya sempat berkecimpung di organisasi yang juga berbasis kerelawanan, namun ada satu kesamaan yang mengharuskannya jadi seragam. Di AIMI, kamu tidak perlu seragam, kamu tidak perlu satu warna, namun kamu hanya perlu satu tujuan yang sama, yaitu berjuang apa saja dengan kemampuan masing-masing berkontribusi untuk bisa membantu ibu menyusui dengan : Promosi, Perlindungan dan Dukungan (Promote, Protect, Support Breastfeeding).

Karena tidak harus seragam dan satu warna itu, tentu menjalaninya juga tidak semudah yang bayangkan. Walaupun dengan tujuan yang sama, menyelaraskan langkah memerlukan proses yang mungkin kalau boleh saya menyebutnya “berdarah-darah” dan kadang kala ada air mata menghiasai. *eheem…

Ada masa dimana harus menepikan egoisme dalam masing-masing diri ‘para Ibu pejuang di AIMI’. Ada saat dimana harus merenung karena berbagai interaksi yang tidak bisa diduga. Disinilah saya belajar untuk semakin mendewasakan.

DI AIMI saya belajar, bahwa untuk satu tujuan mulia yang nyata bagi dunia, membantu ibu menyusui, kamu tidak bisa sendirian. Di AIMI saya menjadi tahu, bekerja sama dalam tim adalah sebuah keharusan, dimana kamu tidak perlu menjadi seorang yang maha segala –hebat, tahu dan super-, kamu hanya perlu berkolaborasi … kerjasama, saling mengisi, saling memahami.. dan lebih dari itu… “bekerja dengan cinta”. Kerja yang gajinya cukup senyum dari para ibu yang sudah dibantu, salam semangat dari para Ayah yang bahagia. Tak perlu tepuk tangan yang gempita.

Itulah, semakin kesini saya menyadari, yang paling penting adalah yang mau memahami, senantiasa mengosongkan gelas dan paling kunci adalah : mau berkolaborasi dari tim. Karena disini kamu akan saling melengkapi. Mengutip Hellen Keller “ Alone we can do so little, together we can do so much”.

Siapa lagi mau membantu ibu menyusui di luar sana? . masih sangat banyak ibu yang butuh kita. Ada jutaan bayi bayi yang tak bisa bicara. tetaplah semangat dan menjaga niat untuk terus berjuang bagi Indonesia Menyusui.. karena sebagaimana kita sering dengar : Menyusui lebih dari sekedar memberi ASI. Ada masa depan GenerASI bangsa yang harus kita selamatkan. Karena, its take a village to raise a child, but its take a whole nation to support breastfeeding.

Selamat akhir tahun. Ada begitu banyak mimpi dan rencana di 2017. Semoga di mudahkan ya!

**
Jika suatu hari, suatu masa saya menyerah dan lelah, ijinkan tulisan ini menjadi semangat dan pengingat, bahwa saya sudah memulai sesesuatu yang saya sangat senangi, sangat sukai. Mungkin akan ada banyak yang berubah, kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan. tetapi saya tetap berdoa, saat itu terjadi, cinta saya semoga masih sama.
**

Note. Tulisan ini terinspirasi sebuah bersama Mba Nita . Thank you for always be there, always remind me to keep going easy and enjoy every moments. hihi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s