Mungkin belum banyak awam yang tahu bahwa pada minggu pertama Agustus tepatnya tanggal 1-7 Agustus setiap tahunnya diperingati sebagai Pekan ASI Sedunia, atau World Breastfeeding Week. Pekan ASI Sedunia (PAS) merupakan sebuah inisiatif dari World Alliance for Breastfeeding Action (WABA), yang pertama kali merayakan PAS pada Tahun 1992. Sampai sekarang, peringatan ini telah dirayakan di lebih dari 170 Negara dan dipantau langsung oleh organisasi dunia yang konsen pada anak dan kesehatan yaitu, UNICEF dan WHO.
PAS setiap tahunnya diperingati dengan tema-tema yang berbeda untuk mengkampanyekan ASI dan menyusui di seluruh dunia. PAS Tahun 2015 mengambil tema : “Breastfeeding and Work, Lets make it work!” atau diterjemahkan menjadi “Menyusui dan Bekerja, Mari Kita Sukseskan!”. Tema atau slogan ini mengajak semua pihak untuk mendukung para ibu agar dapat menggabungkan menyusui dan bekerja. Ibu pekerja yang diharapkan untuk didukung tidak hanya di sektor formal, tetapi juga sektor informal bahkan ibu yang dirumah sekalipun. Untuk itu, PAS tahun ini diharapkan dapat memberdayakan ibu menyusui untuk dapat optimal bekerja dan tetap bisa mendapatkan hak bayinya untuk disusui.
Manfaat menyusui sangat banyak bagi ibu dan bayi. Diantaranya adalah dengan menyusui segera dalam satu jam setelah kelahiran akan mampu menurunkan kematian bayi baru lahir hingga 22%. Air Susu Ibu (ASI) dan menyusui juga merupakan tembok perlindungan yang optimal terhadap berbagai penyakit pada bayi. ASI adalah cairan hidup, dimana disebut cairan hidup karena setiap tetes ASI mengandung kurang lebih satu juta sel darah putih (leukosit) yang membasmi kuman dan melindungi dari berbagai penyakit infeksi. Berbagai penelitian juga menunjukan bahwa menyusui sangat banyak manfaatnya bagi Ibu. Diantara banyak manfaat itu adalah dapat mencegah pendarahan pasca persalinan dan resiko anemia. Dengan memberikan ASI dan menyusui ibu juga dapat mengurangi resiko terjangkit berbagai penyakit seperti kanker, osteoporosis, dan sebagai berbagai penyakit lainnya.
Begitu besar manfaat ASI dan menyusui, namun pada kenyataan tidak semua ibu mampu sukses menyusui. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013, persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir dan tanpa riwayat diberikan makanan prelaktal pada umur 6 bulan sebesar 30,2 persen. Hasil ini masih cukup rendah dan menunjukan masih banyaknya bayi yang belum mendapat haknya untuk ASI Eksklusif. Dari berbagai kemungkinan faktor penyebab kegagalan ASI Eksklusif, yang paling sering dikeluhkan sebagai penyebab adalah ibu yang kembali bekerja segera setelah masa cuti habis. Alasan yang dikemukakan adalah karena dengan bekerja dianggap tidak bisa lagi memberi kesempatan bayi disusui langsung oleh ibu sehingga memutuskan untuk memberikan susu formula saat ditinggalkan bekerja. Sebagian ibu pekerja yang ingin tetap memberi ASI ataupun menyusui, lambat laun menyapih dini bayinya dengan alasan ASI yang tidak cukup atau berkurang.
Dalam rangka PAS Tahun 2015 ini, maka kampanye ASI akan difokuskan untuk dapat mendukung ibu menyusui yang bekerja. Diantaranya ada dua langkah yang bisa kita lakukan.
Pertama, menciptakan tempat kerja yang ramah ibu. Tempat kerja ramah ibu menyusui mencakup 3 aspek yaitu waktu, ruang/jarak dan dukungan. Aspek waktu berarti tempat kerja yang memberikan cuti yang layak bagi ibu pekerja, diharapkan selama 6 bulan sesuai anjuran WHO untuk memberikan ASI saja bagi bayi pada 6 bulan pertama kelahiran, tetap dibayar penuh selama cuti dan juga memberikan kelenturan jam kerja untuk memungkinkan ibu menyusui dapat memberikan ASI. Aspek ruang/jarak berarti tempat kerja juga harus mendukung dengan menyediakan fasilitas yang layak untuk memungkinkan ibu dapat menyusui dan memberi ASI pada bayinya, seperti tempat perawatan bayi di sekitar tempat kerja, maupun tempat dan fasilitas untuk memerah dan menyimpan ASI. Selanjutnya, aspek dukungan yang dapat diberikan melalui perilaku positif dari pemberi kerja dan rekan kerja tentang aktvitas menyusui. Bentuk dukungan lain dapat berupa keamanan kerja dan terhindarnya ibu menyusui dari diskriminasi. Disamping itu, ibu menyusui juga harus mendapatkan informasi yang lengkap tentang peraturan yang mengatur hukum maternitas dan hak ibu yang dilindungi undang-undang.
Kedua, mengedukasi ibu tentang manajemen laktasi yang baik dan benar bagi ibu menyusui yang bekerja. Salah satu kunci sukses menyusui adalah komitmen yang kuat dari Ibu dan memahami manajemen laktasi yang benar selama ibu bekerja di luar rumah saat bayi ditinggalkan.
Kenapa ibu pekerja harus didukung? Karena dapat meningkatkan kinerja perusahaan/insititusi. Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan pekerjaan yang pro-asi akan memberikan dampak sangat besar bagi produktivitas institusi tersebut. Sebuah penelitian tahun 2002 yang dilakukan US Breastfeeding Commitee menemukan bahwa orang tua yang sering memberikan bayinya susu formula ternyata 3 kali lebih sering tidak masuk kerja karena anaknya sering sakit. Ibu bekerja yang memberikan ASI eksklusif justru menunjukkan peningkatan produktivitas, kepuasan kerja dan loyalitas yang tinggi. Akibatnya, pekerja wanita akan lebih berkomitmen terhadap perusahaan/instansi dan meningkatkan prestasi kerja dari 20 % menjadi 54 %.
Indonesia sudah memiliki berbagai perauran terkait dukungan bagi ibu pekerja. Salah satunya adalah tentang cuti bagi ibu melahirkan. Di Indonesia cuti melahirkan diberikan dengan total 3 (tiga) bulan dan dibayar penuh, namun mekanisme pemberian cuti diatur sebagai berikut, yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) cuti dapat diambil 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan, sedangkan bagi karyawan swasta cuti dapat diambil 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah persalinan, menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Secara total cuti melahirkan di Indonesia hanyalah 3 (tiga) bulan dan mekanisme pemberian seperti diatas cenderung akan menjadi salah satu penghambat keberhasilan menyusui, dimana dikarenakan awal awal kelahiran adalah masa yang paling penting bagi keberhasilan menyusui. Belum lagi jika terjadi kelahiran premature, terdapat pekerja wanita yang hanya dibolehkan cuti 1,5 bulan setelah kelahiran karena persepsi kalau cuti melahirkan diberikan setelah persalina. Apalagi rekomendasi WHO untuk dapat menyusui bayi secara ekslusif selama 6 (enam) bulan pertama menjadi terganggu saat cuti melahirkan sudah berakhir saat bayi berumur kurang dari 3 (tiga) bulan.
Memang berbagai peraturan pendukung yang menjamin hak ibu pekerja untuk menyusui saat kembali bekerja sudah ada. Di Indonesia, telah ada Peraturan Bersama Menteri Negara PemberdayaanPerempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi danMenteri Kesehatan No 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan1177/MENKES/PB/XII/2008 tahun 2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu selama Waktu Kerja di Tempat Kerja, yang memberi kesempatan kepada pekerja/buruh perempuan untuk memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja untuk diberikan kepada anaknya. Di Sumatera Barat juga sudah diterbitkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif, yang diantaranya mengatur bahwa ibu pekerja harus diberikan kesempatan untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi atau memerah ASI di tempat kerja. Namun implementasi peraturan ini masih harus dikawal karena masih banyaknya keluhan ibu pekerja yang menyusui kurang mendapat dukungan di tempat kerja masing-masing, ataupun belum tersosialisasi dengan sempurna ke semua institusi/perusahaan yang memiliki ibu pekerja yang menyusui.
Akhirnya, peringatan PAS tahun ini diharapkan dapat sebagai momentum bagi kembali memperjuangkan hak ibu menyusui yang bekerja. Diantaranya diharapkan pemerintah mempertimbangkan untuk mengakomodir pemberian cuti melahirkan sampai 6 (enam) bulan setelah persalinan. Disamping itu edukasi dan sosialisasi pada ibu pekerja dan lingkungan kerjanya juga harus secara berkala dapat dilakukan, sehingga bukan tidak mungkin lagi kalau semua ibu pekerja dapat sukses menyusui. Menyusui dan bekerja, mari kita sukseskan!
*) Tulisan ini adalah versi lengkap belum disunting editor yang dimuat di Harian Umum Singgalang – Sumatera Barat, edisi 06 Agustus 2015