Sudah lama sekali tidak update di blog ini.. yeaay… kali ini saya mau berbagi cerita pengalaman saya mengikuti seleksi Australia – Indonesia Muslim Exchange Program Tahun 2019 (AIMEP 2019). Alhamdulillah, setelah pengumuman awal Januari 2019 lalu, saya terpilih menjadi 1 dari 10 pemuda muslim Indonesia yang mendapatkan kesempatan perjalanan dan belajar selama dua minggu ke Australia Tahun 2019 ini.
Sedikit mengenang ke belakang, sebenarnya saya sudah tertarik dan pengeeen banget mendaftar untuk kegiatan ini sejak tahun 2011. Saya masih ingat membaca informasi seleksi program ini (maklum doyan berburu beasiswa hahaha)… namun selalu menyerah karena tidak yakin dengan kapasitas saya sebagai perwakilan ‘pemimpin muda muslim’. Apalagi sulit rasanya bagi saya yang tidak punya aktivitas di organisasi keislaman saat itu. Saya melihat rekam jejak para delegasi yang lolos seleksi memang adalah tokoh-tokoh muda islam yang aktif di organisasi keislaman ternama, maupun tenaga pengajar di institusi keislaman.
Adalah Shaffira Hermana -gadis muda cerdas dan cantik yang saya kenal melalui program Young South East Asia Leadership Initiative – Professional Fellows Program (YSEALI-PFP) sebagai sesama #Profellows dari tema berbeda. Tahun 2018 lalu Fira lolos menjadi salah satu peserta AIMEP dan perjalanannya (yang saya kepo di medsos hahaha) selama program sangat menginspirasi. Saat Fira membagikan informasi pembukaan di WAG Alumni YSEALI PFP Spring 2017, saya turut membagikan ulang infor ini di jejaring saya. Namun tetiba saya terniat menyapa dan men-japri Fira dan mengutarakan keberminatan saya namun di satu sisi ketidakpercayaan diri juga karena merasa beberapa persyaratan rasanya saya tidak memenuhi. Fira yang selalu positif memberikan semangat, “Uni bisa banget uni, kan aktivitasnya banyak”. Saat saya konsultasikan soal latar belakang organisasi keislaman saya, Fira memberi contoh dirinya yg secara organisasi tidak lah perwakilan organisasi khusus keislaman. Ahaa.. ini betul-betul penyemangat saya. Nyali berjuang saya langsung terpantik *wkwkwk
Bismillah, saya pun memulai mempersiapkan semua bahan aplikasi AIMEP 2019, tepat seminggu sebelum deadline. Fira menjadi mentor saya dalam penyusunan personal motivation statement. Di essay ini saya menuliskan kondisi saya secara jujur, lahir sebagai orang Minangkabau yang berprinsip Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah, perjalanan aktif di kegiatan keagamaan semasa S1, pengalaman merasakan keragaman saat kuliah di Belanda, kesempatan ikut Mosaic International Summit di Inggris dan tentunya cerita menjadi YSEALI Profellow di Amerika (saya tonjolkan bahwa saya menjadi salah satu teman muslim pertama seorang kolega kantor dan hidup bersama keluarga Amerika yang berbeda agama), makin meyakinkan saya ingin menjadi duta muslim muda yang ramah. Saya juga menyampaikan perjalanan saya aktif di organisasi sosal terkait ibu dan anak, serta perkenalan dengan jejaring baru organisasi MuhaMmadyah melalui Bapak Shofwan Karim.
Selain essay terkait motivasi mendaftar di program ini sebagaimana diatas, ada beberapa syarat lain yang harus dipenuhi, diantaranya adalah minimal satu (1) surat keterangan dari organisasi menjelaskan kedudukan pelamar dalam organisasi tersebut, untuk hal ini saya meminta rekomendasi dari Kepala Bappeda Provinsi Sumbar, Bapak Hansastri, sebagai atasan saya di kantor. Saya juga melampirkan dua (2) surat rekomendasi dari organisasi atau non organisasi yang mengenal saya secara pribadi dan menyatakan alasan bahwa saya adalah kandidat yang tepat untuk mengikuti program ini . Untuk dua rekomendasi ini saya mendapat keberkahan dengan dukungan penuh dari Mba Nia Umar selaku Ketua Umum AIMI Pusat, organisasi dimana sekarang saya aktif sebagai Ketua AIMI Daerah Sumbar, dan juga dukungan rekomendasi dari Bapak Shofwan Karim selaku Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadyah Provinsi Sumatra Barat. Dukungan penuh dari ketiga orang ini memberikan kemudahan saya untuk terus melalui proses seleksi selanjutnya. Terima kasih dan terberkahilah mereka selalu.
Lengkapnya tentang syarat dan tata cara pendaftaran bisa cek tulisan teman saya sesama peserta AIMEP 2019 yang lolos seleksi ini Mas Zen di link ini. Deadline aplikasi ini adalah 15 Oktober 2018 lalu. Pada pertengahan November 2019, saya mendapat informasi kalau saya lolos seleksi administrasi dan berkesempatan menjadi satu dari 25 peserta yang mengikuti wawancara di awal Desember 2018.
Pada tanggal 5 Desember sekitar jam 10.30 di Pascasarjana Universitas Paramadina menjadi tahapan penentuan bagi saya. Saya cukup deg-degan karena tidak bisa menduga apa kira kira pertanyaan yang akan diberikan. Saya meminta ijin dari kantor untuk mengikuti wawancara dan menyempatkan datang lebih dahulu semalam agar bisa mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Saya membaca pengalaman melalui blog para alumni AIMEP, dan bertanya pada semua Alumni AIMEP yang saya kenal. Makasih Fira mentor saya selama menyusun aplikasi, juga Mba Firoh, Mba Tara dan Mba Finna (saya kenal di kegiatan IYMWF 2018 oleh Fatayat NU), dan juga Mba Rita (yang saya kenal karena sempat nyaris kami berangkat di program Mosaic Tahun 2010 bersama). Dari mereka saya mendapatkan berbagai tips yang luar biasa membantu saya mempersiapkan diri dengan lebih baik. Tips semacam : tetap jujur dan menjadi diri sendiri, serta memperhatikan tujuan utama dari program ini agar jawaban selama wawancara selalu relevan menjadi kunci saya melalui wawancara ini. Saya tidak lupa menghubungi lagi ketiga pemberi rekomendasi dan memohon doa dan dukungan mereka agar bisa melewati tahapan penentuan ini. Pastinya dukungan penuh dari Suami dan keluarga juga kunci saya siap menghadapi fase penentuan ini.
Saya menyiapkan berbagai peluang pertanyaan mulai dari latar belakang saya sebagai orang Minangkabau dan kondisi keislaman disini, pandangan terkait keragaman sampai apa yang saya inginkan jika mendapat kesempatan dan apa yang bisa saya sharing selama wawancara. Saya terlalu cepat datang pagi itu, saat peserta yang harusnya pertama ikut datang terlambat saya sempat ditawarkan untuk maju dari jadwal, tapi tentu ini membuat deg-degan saya semakin besar sehingga saya tidak cukup berani menerima tawaran itu. Namun tidak lama peserta dimaksud datang dan selamatlah saya hahaha.

Berpose di depan ruangan wawacara, 5 Desember 2018
Ada tiga atau empat peserta yang diwawancara sebelum saya. Saya sempat berdiskusi dengan beberapa peserta dan mereka sempat diberikan pertanyaan seputar kondisi terkini Indonesia saat itu pasca aksi 212 beberapa hari sebelumnya, sampai pada berbagai pandangan soal kondisi masyarakat muslim Indonesia. Salah satu peserta sebelum saya saya ingat yaitu mas Zen (yang link diatas saya share), cukup mengintimidasi saya karena gelak derai tawa terdengar hangat dari dalam ruangan. Ini kan bikin kita yang nunggu di luar minder juga.. sampai sepertinya seru sekali pembahasan didalam bersama pewawancara hahaha.
Sampai akhirnya, waktu wawancara saya akhirnya datang. Pewawancara berjumlah lima orang. Yaitu Bapak Greg Fealy (Ketua Institut Australia-Indonesia, sekaligus akademisi Australis National University/ANU), Ibu Virginia Hooker (Proffesor ANU sekaligus salah satu inisiator AIMEP), Bapak Rowan Gould (Manajer Program AIMEP), Mba Rita Pranawati (Wakil ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan Alumni AIMEP), dan Pak Aan Rukmana (Dosen Universitas Paramadina dan alumni AIMEP).
Sesi wawancara saya dibuka oleh Pak Aan dan selanjutnya silih berganti para pewawancara mengajukan pertanyaan. Namun jalan proses wawancara benar-benar di luar dugaan saya. Saya menyebut ini benar-benar berkah dan keajaiban. Karena mereka langsung tertarik membahas aktivitas saya di dunia menyusui.
Ibu Virginia membagi pengalamannya menyusui anak anaknya sedari dulu dan dia tertarik dengan aktivitas saya. Saya ingat juga pernyataan Pak Rowan yang relatable banget deh karena istri nya juga relawan di Australia Breastfeeding Association (ABA), mirip dengan AIMI di Indonesia. Pembahasan dan pertanyaan mereka soal kenapa saya harus memperjuangkan menyusui dan bagaimana dari segi islam kemudian berkembang. Saya menjelaskan bahwa menyusui yang sudah menjadi perintah Allah tidak sekedar proses memberi makanan pada anak, juga lebih dari itu ada proses membangun bonding dengan ibu. Jadi proses menyusui tidak seharusnya juga dikaitkan dengan hal-hal tabu terkait pornografi karena fungsi payudara adalah untuk menyusui dan itu menentukan masa depan anak bangsa. Pak Greg langsung tertarik karena di Australia hal ini masih kontroversial bahkan pernah salah satu anggota parlemen Australia menjadi pembahasan public karena menyusui anaknya selama sidang parlemen. Saya langsung nyeletuk “oh iya Larissa Walter ya Pak”, saya lihat Bapak Greg cukup kaget saya tahu nama Larissa ini (hahaha semoga ga keGRan yah saya, syukurnya saya disuplai informasi ke-laktivis-an melalui jejaring AIMI) . Saya juga langsung memberi contoh AIMI melakukan kampanye dengan menyusui serentak di ikon-ikon kota di Indonesia Tahun 2016 lalu, bahkan AIMI Sumbar melakukannya di depan Mesjid Raya Sumbar. Pak Greg langsung bilang : “kamu harus membagi hal ini sama orang-orang Australia”.
Masih terkait menyusui sempat dibahas soal Donor ASI dalam Islam dan Mba Rita dari KPAI dan juga Aktivis Muhamadyah menjadikan isu yang saya bahas sangat relevan. Pak Aan juga sempat membahas apa dan bagaimana contoh saya akan membagikan pengalaman dan praktik baik yang saya dapat jika saya mendapat kesempatan belajar. Saya mengungkapkan jawaban tentang contoh project yang sudah saya lakukan pasca program YSEALI Tahun 2017, mencoba mempraktikan walau sedikit sesuai contoh yang bisa diterapkan. Di personal motivation statement saya juga saya ungkapkan beberapa rencana sharing pengalaman saya diantaranya melalui tulisan-tulisan dan berbagai forum.
Pertanyaan terakhir dari Pak Rowan yang sangat saya ingat sampai hari ini adalah pendapat saya tentang konservatisme. Untuk ini saya sangat berterima kasih pada Mba Lianita yang menjadi teman diskusi saya menjelang wawancara ini. Kami banyak membahas soal keislaman dan dunia internasional serta konservatisme itu sendiri.
Untuk pertanyaan Pak Rowan, saya ingat memberi jawaban yang sangat sederhana, bahwa saya menyaksikan sendiri salah seorang teman saya menjadi dampak adanya perkembangan konservatisme dan mengarah pada dokrin dokrin radikalisme yang awalnya saya pikir tidak mungkin akan saya alami dari dekat. Apa yang bisa saya lakukan? Saya memberi contoh aktivitas saya di dunia pengasuhan melalui dukungan sesama orang tua yang setiap bulan rutin saya lakukan. Saya meyakini bahwa bibit-bibit berkembangnya faham konservatisme karena akar keluarga yang tidak kuat. Sehingga memastikan keluarga kita dan keluarga-keluarga di sekitar kita tidak mudah terpengaruh adalah tanggungjawab bersama. Pengasuhan adalah urusan bersama dan sebagai ibu saya ingin memastikan anak saya, teman teman anak saya dan anak anak dari teman saya memiliki fondasi yang kuat dan visi keluarga yang dibangun dari hubungan yang hangat dalam keluarga masing-masing dan komunikasi dalam lingkungan sekitar.
Berfoto di mural yang ada gambar Cak Nur dan kutipannya penuh semangat “tempat persemaian manusia baru”
Demikianlah proses wawancara yang masih saya ingat dan akhirnya pada 22 Januari lalu saya mendapatkan informasi kalau saya menjadi salah satu dari 10 peserta yang bersil lolos untuk AIMEP Tahun 2019 ini. Alhamdulillahirabbil’alamin, benar-benar akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi saya insya Allah. Saya sudah di-email tentang persiapan terkait request-request apa yang saya harap dapatkan atau temui selama di Australia. Masih panjang persiapan saya, karena saya dijadwalkan berangkat pada pertengahan Juni mendatang. Mohon doa dari semua ya agar persiapan dan perjalanan ini akan berlangsung sesuai rencana dan memberikan manfaat bagi Indonesia.
Insya Allah saya akan berbagai pengalaman ini nanti di blog ini.
Semoga tulisan bermanfaat ya!
Alhamdulillah. Terima kasih atas sharing infonya bu. Saya jadi ingin belajar dengan ibu.
Mohon maaf apakah seleksi wawancaranya berbahasa inggris?
Halo Mba, makasih sudah mampir wawancara secara umum dalam Bahasa Inggris walau boleh dicampur-campur dengan Bahasa Indonesia. Tapi pewawancara kemarin 3 dari 5 adalah dari Australia.