Pada Februari dan Maret lalu telah berlangsung Winter Olympic Games 2018 dilanjutkan Winter Paralympic Games 2018 di Korea Selatan. Lokasi persis penyelenggaraan iven ini adalah di Kota Pyongchang yang berkedudukan di Provinsi Gangwon, provinsi paling utara di Korea Selatan. Fakta bahwa Provinsi Gangwon menjadi tuan rumah salah satu kegiatan olahraga paling bergengsi di dunia menunjukan bahwa daerah ini merupakan wilayah yang sangat maju dan kuat terutama dari segi perekonomian.
Terdapat data yang menarik lainnya seperti disampaikan Prof. In Kyo Kim dari Gangjeung Wonju National University pada Asia Pasific Economic Cooperation Forum tanggal 13 Februari 2018 lalu di Kota Jeongseon, Korea Selatan. Provinsi Gangwon ini ternyata sebelum tahun 1980-an merupakan salah satu daerah terburuk dan tertinggal dalam pembangunan (the worst underdeveloped region in Korea), dan secara menakjubkan hari ini sudah menjadi pusat wisata di Korea (tourist spot for capital area population).
Seperti apakah Provinsi Gangwon dan apa pelajaran (lesson learned) yang bisa diambil untuk daerah kita? Berikut penjelasan dari informasi dan pengalaman yang penulis dapatkan selama mengikuti Local Economy Activation Training Course –sebuah pelatihan tentang aktivasi ekonomi daerah berbasis sumberdaya lokal- di Provinsi Gangwon, Korea Selatan pada pertengahan Februari lalu melalui beasiswa dari Intenational Urban Training Center (IUTC) South Korea dan UN Habitat.
Sekilas Provinsi Gangwon
Provinsi Gangwon dengan ibukota Chuncheon, berbatasan langsung di sebelah timur dengan Laut Timur (East Sea/Sea of Japan), serta sebelah barat dan selatan dengan provinsi lain di Korea Selatan. Batas utara adalah Garis Demarkasi Militer, yang memisahkannya dengan Provinsi Kangwon Korea Utara. Sebelum pembagian Korea pada tahun 1945, Gangwon dan Kangwon adalah sebuah provinsi tunggal.
Provinsi Gangwon berpenduduk 1,564,615 jiwa dengan luas wilayah 16,875 km2. Provinsi ini terkenal dengan produk pertaniannya, dan juga memiliki sumber daya mineral seperti besi dan batu bara. Sebelum tahun 1980-an Provinsi Gangwon hanya mengandalkan ekonominya dari kegiatan pertambangan yang kemudian nyaris menjadi daerah ‘mati’ seiring berkurangnya potensi tambah daerah terutama batu bara.
Posisi Gangwon sangat strategis untuk pengembangan wisata dimana sebelah timur membentang pantai dan sebelah barat berhadapan langsung dengan ibukota negara, Seoul. Sekitar 82% topografi Gangwon adalah daerah pegunungan. Potensi dan keindahan alam yang kaya dengan bermacam-macam atraksi wisata dikembangkan dengan sangat baik untuk setiap musim. Pegunungan di Provinsi Gangwon adalah pusat wisata musim dingin, menjadi surga ski yang dikunjungi jutaan pengunjung setiap tahun. Sedangkan di musim lainnya banyak taman nasional dan atraksi keluarga yang menjadi favorit wisatawan.

Salah satu sudut High 1 Resort, yang terkenal sebagai spot wisata di Gangwon
Pusat Ekonomi Baru di Timur Laut Asia
Provinsi Gangwon menjadi satu tujuan investasi utama Korea Selatan saat ini dengan zona investasi khususnya sesuai lokasi pada cluster yang telah ditetapkan. Gangwon menjadi tujuan investasi asing nomor satu di industri pariwisata yang memadukan rekreasi, layanan medis, tempat tinggal, bisnis, dan alam yang terintegrasi melalui suasana kota baru. Disamping itu juga terdapat daerah khusus untuk cluster bio indutry serta lokasi lokasi khusus yang ideal untuk investasi di industri budaya. Banyak inovasi baru di bidang pertanian yang dikembangkan secara luas dalam industri berbasis pertanian serta industri kosmetik yang menjadi andalan Negara Korea Selatan juga berada di Provinsi Gangwon. Dukungan posisi secara geografis yang berada di timur laut Asia juga menjadikan Gangwon pusat perdagangan utara yang menghubungkan negara-negara sekitar seperti Jepang, China dan Rusia.
Lesson Learned bagi Provinsi Sumatera Barat
Beberapa pelajaran yang bisa dipetik bersama dari Provinsi Gangwon untuk pembangunan daerah kita.
Pertama, optimalisasi sumberdaya lokal yang terintegrasi untuk peningkatan ekonomi daerah dan pendapatan masyarakat. Segala potensi dan sumber daya lokal yang ada dioptimalkan untuk peningkatan nilai tambah, dan pendapatan masyarakat lokal yang diintegrasikan dengan aktivitas kepariwisataan. Sebagai contoh, saat kunjungan ke Rural Village Yongdae-Ri, sebuah desa wisata yang mengkombinasikan potensi lokal sebagai daerah penghasil produk perikanan dan pertanian (pengeringan ikan di saat musim dingin, dan budidaya jamur disaat musim panas), dan para pengunjung bisa merasakan pertukaran budaya lokal dengan pengalaman langsung membuat kue tradisional Korea yang bersumber dari bahan pangan lokal disana.

Pengalaman Membuat Kue Beras
Kedua, penggunaan teknologi dalam setiap aktivitas ekonomi lokal. Yang sangat menonjol dalam setiap kunjungan lapangan yang dilakukan adalah, penerapan teknologi terkini yang relevan pada setiap lokasi. Misalnya, dengan potensi lokal pertanian dimana menghasilan bibit unggul berbagai produk hortikultura di Hoban Nursery Plant, hampir seluruh proses menggunakan teknologi budidaya yang sangat modern. Mulai dari kultur jaringan hingga fasilitas penunjang dan mesin-mesin yang memudahkan dan mempercepat proses produksi benih berkualitas, sampai pemanfaatan SDM lokal sebagai tenaga kerja khususnya perempuan.

Teknologi Pertanian di Hoban Nursery Plant

Pemberdayaan Tenaga Kerja Lokal di Hoban Nursery Plant
Ketiga, komitmen untuk pelestarian lingkungan. Tingginya kesadaran masyarakat dan pemerintah di Korea Selatan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menyelenggarakan proyek yang ramah lingkungan. Kunjungan lapangan ke Hongcheon Environment-Friendly Energy Town, yang merupakan pilot project lokasi/kota kecil dapat menghasikan bio-energi. Disini, dihasilkan energi listrik dari biogas dan sampah organik secara massal, dimana dahulunya daerah ini justru banyak sekali sampah organik dan kotoran hewan yang terbuang percuma sehingga menyebabkan masyarakat enggan tinggal dan berdomilisi karena polusi bau. Sekarang lokasi ini menjadi salah satu percontohan di Korea Selatan.

Berpose di salah satu sudut di Hongcheon Environment-Friendly Energy Town
Keempat, kolaborasi bersama pemangku kepentingan untuk memajukan daerah. Di Provinsi Gangwon, pelaksanaan kerjasama multipihak antara akademisi (perguruan tinggi), pemerintah daerah dan dunia bisnis benar benar diterapkan secara berkelanjutan. Hasil riset terbaru dari perguruan tinggi secara komit difasilitasi pemerintah dengan investasi dari dunia bisnis. Sehingga mereka fokus pada strategi untuk berkoordinasi antar stakeholder dalam meningkatkan daya saing daerah. Terjadi hubungan yang sangat erat antara industri dan universitas dalam implementasi hasil-hasil riset secara massal.
Kelima, budaya/sikap mental positif : satu passion untuk memajukan daerah. Hal yang sangat berkesan sekali dalam setiap kunjungan lapangan, maupun disampaikan pada saat presentasi adalah sikap mental positif untuk maju bersama dan berkomitmen penuh untuk kemajuan daerah dari semua pemangku kepentingan yang ada. Ditambahkan bahwa mereka bersama sama membangun budaya menghargai bahwa setiap orang siapa saja bisa memberikan kontribusi terhadap pencapaian dan kesuksesan daerah. Meyakini bahwa apapun usaha adalah perjuangan hasil kerja bersama. Semua pihak selalu positif menghadapi tantangan, selalu berusaha mengembangkan diri dan meyakini prinsip tim kerja adalah berusaha bersama-sama meraih tujuan bersama. Mereka menerjemahkan TEAM sebagai Together Everyone Achieve More (bersama-sama setiap orang meraih lebih baik/banyak).
Penutup
Akhirnya, semoga pengalaman dari Provinsi Gangwon ini dapat mencerahkan kita semua siapa saja di Sumatera Barat, bahwa membangun daerah memerlukan fokus dan strategi yang tepat. Gangwon mengajarkan dengan sangat nyata bahwa sebuah provinsi yang nyaris “mati” karena kehabisan bahan tambang, dapat menjadi provinsi yang melejit secara ekonomi dengan optimalisasi sumber daya lokal. From nothing to something.
Yang perlu kita tingkatkan bersama di daerah kita, adalah meningkatkan kolaborasi multipihak (Pemerintah, Akademisi dan Swasta) secara berkelanjutan dan fokus pada inovasi berbasis potensi lokal, yang sebenarnya sudah dimulai namun masih terkendala pada tataran implementasi, dan komitmen membangun budaya positif yang menghargai kontribusi siapapun untuk berjuang bersama membangun daerah. Menepiskan berbagai bisikan kepentingan dan ego sektoral. Semoga. Mari kita berjuang bersama.*
Tulisan ini dimuat di Kolom Opini Harian Umum Singgalang tanggal 31 Maret 2018.