Surat Kepada Kawan.
—–
Dear Kawan,
Apa kabar mu? Ah, kenapa baru terpikir menulis surat setelah kamu menghilang dan meninggalkan kehebohan begitu rupa ini 😀
02 Ramadhan hari ini Kawan. Bulan dimana semua umat muslim bersuka ria menyambutnya dengan aneka jenis aktivitas. Dan aku jadi merindukan suatu percakapan hangat dengan mu membahas hal hal seperti ini, dan seperti biasa, dengan gaya dan analisa mu yang khas di luar cara pikir kebanyakan, aku belajar banyak hal soal hidup.
Hari ini, hari kedua sejak berita mengejutkan tentangmu yang sudah bikin dunia “persilatan” menjadi kocar kacir hehehhe. Tetapi hari ini, aku temanmu yang selalu tak henti mengganggu dengan memohon petunjuk di berbagai waktu di masa lalu, tidak sesedih hari kemarin. Tidak seterkejut hari kemarin. Tidak sepanik hari kemarin. Kamu tahu kenapa? Ini berubah setelah berdiskusi dengan Si Uda, suamiku, yang juga teman mu itu. Yang dengan sebegitu santainya.. dan dengan tenangnyaa malah menunjukan kesalutan luar biasa atas keputusan mu itu. Dan berkata soal jalan hidup yang kamu pilih itu adalah sesuatu yang tidak perlu dicemaskan. (yaaah,.. kamu tahu kan seperti apa dia, hanya dia yang bisa membuat hal hal serius menjadi bahan becandaan – begitu katamu disuatu waktu kita bergossip tentang dia yang temanmu dan suamiku itu hehe)
Maka Kawan, aku dan barangkali banyak orang yang mengenalmu hari ini, mungkin sedang menebak nebak- pelajaran apa yang sedang kau coba berikan pada kami. Hikmah apa yang bisa kami ambil dari keputusan tidak populer yang kau pilih jadi jalan baru hidupmu. Saat ini, kami mungkin hanya bisa menerka dan membahas dengan kemampuan kami, menetapkan indikator versi kami atas hal hal yang kau sendiri tidak membutuhkan analisa itu. Karena itu adalah hidup yang kau jalani, karena itu adalah jalan sunyi yang engkau pilih.
Hanya satu harapanku Kawan, suatu hari di suatu masa di Bumi Allah yang kita sama-sama hidup ini, kita masih akan bisa saling berbincang hangat, seperti yang sering kita lakukan.
Mungkin tidak akan sama lagi. Kita tidak akan bicara lagi soal perjuangan kita yang beberapa kali cukup serupa, tentang impian kita yang pernah sama atau tentang sistem yang tidak nyaman ini yang terlalu sering kita diskusikan, dan pasti, satu perjuangan kita yang nyaris sama tidak akan kau lanjutkan ya? Tidak mungkin kita membahas itu…
Tetapi semoga perbincangan hangat itu tentang apa saja yang membuatmu nyaman membahasnya, yang akan membuatku juga mengerti dan makin paham, kenapa dunia yang sementara ini harus kita jalani dengan cara dan yang membuat kita harus tetap bahagia.
Akhirnya kawan, aku selalu percaya soal hidup adalah pilihan. Pilihan untuk menjadi bahagia di jalan apapun yang kita pilih. Maka, pilihanmu untuk menempuh jalan sunyi yang tidak dimengerti sebagian besar orang. Semoga ini adalah jalan yang membuat engkau juga bahagia. Dengan tujuan yang kau sendiri tahu apa itu.
Kawan, seperti kau pernah sampaikan ini disuatu kesempatan : “iman akan bekerja disaat perasaan mengalahkan logika.. iman tidak akan bekerja jika tidak ada kepasrahan kepada yang kuasa.. iman tidak akan bekerja disaat engkau dijalan mulus nan datar, dia akan hadir saat mendaki kepayahan atau menurun ketakutan”. Maka Kawan, barangkali kini, kau menemukan jalan itu, keimanan yang sedang bekerja.
Kau yang kami kenal selalu mengedepankan logika dan rasionalitas dalam hal apapun, mungkin juga sudah menakar secara rasional terhadap pilihan ini.
Dan ya Kawan, kutulis surat ini untuk mu. Suatu hari semoga kau akan baca, atau mungkin tidak akan pernah kau baca. Tetapi, aku masih kawanmu, dimanapun dan bagaimanamun engkau. Sampai jumpa di jalan yang berbeda, Fe.
*Arosuka, 07062016
—
Fe, kalau harus berjalan, berilah kabar agar mereka yg peduli dan menyayangi menunggu tanpa kecemasan. 😊
View on Path